Jumat, 22 Juli 2011

kebijakan moneter dan kebikan ekonomi lainya


BAB II
TELAAH PUSTAKA

A.    Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam praktek perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah terjaganya stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/ kesempatan kerja yang tersedia (Perry Warjiyo, 2004:62).
Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada umumnya diterapkan sejalan dengan siklus kegiatan ekonomi (business cycle). Dalam hal ini, kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi ketika perekonomian sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (boom) tentu berbeda dengan kebijakan moneter yang diterapkan pada saat perekonomian sedang melambat (depression atau slum). Ada dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui peningkatan jumlah uang beredar. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui penurunan jumlah uang beredar.
1.      Kebijakan Moneter dan Kebijakan Ekonomi Makro Lain
            Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektor riil dan lain-lain. Hal ini terutama mengingat perkembangan ekonomi dan harga-harga ditentukan oleh perkembangan pada sisi permintaan dan sisi penawaran. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter dan fiskal lebih berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi dan harga melalui sisi permintaan, yaitu pengaruh jumlah uang beredar dan suku bunga untuk kebijakan moneter dan pengaruh pengeluaran pemerintah untuk kebijakan fiskal. Sementara itu, pengaruh sisi penawaran dari perkembangan ekonomi dan harga lebih banyak ditentukan oleh kebijakan sektor riil, seperti industri, perdagangan, investasi, tenaga kerja, dan teknologi. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi makro secara optimal, biasanya diterapkan bauran kebijakan (policy mix).
2.      Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka
Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa konsekuensi pada perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan moneternya. Hal ini mengingat semakin besar transaksi perdagangan dan keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara, maka semakin besar pula aliran dana luar negeri yang masuk dan keluar dari negara yang bersangkutan. Aliran dana luar negeri tersebut selanjutnya akan mempengaruhi jumlah uang beredar, suku bunga, dan nilai tukar dalam perekonomian, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Mekanisme dan besarnya pengaruh aliran dana luar negeri tersebut akan dipengaruhi oleh sistem nilai tukar dan sistem devisa yang dianut negara yang bersangkutan.
Pada dasarnya, pemilihan sistem nilai tukar dan sistem devisa, serta independensi kebijakan moneter dari pengaruh perkembangan luar negeri merupakan tiga isu strategis dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka. Umumnya, dalam hal diterapkan sistem devisa terkontrol, maka mobilitas aliran dana dari dan ke luar negeri cenderung terkendali sehingga dampaknya terhadap perkembangan jumlah uang beredar di dalam negeri juga relatif tidak besar. Sementara itu, dalam hal diterapkan sistem devisa bebas, maka mobilitas aliran dana dari dan ke luar negeri akan semakin meningkat baik dalam jumlah maupun fluktuasinya. Sebagai akibatnya, perkembangan jumlah uang beredar di dalam negeri akan banyak dipengaruhi oleh aliran dana luar negeri tersebut.
Kemampuan kebijakan moneter dalam mengatasi pengaruh aliran dana luar negeri tersebut akan dipengaruhi oleh sistem nilai tukar yang dianut. Apabila suatu negara menerapkan sistem nilai tukar tetap, maka kebijakan moneter harus diarahkan untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kebijakan moneter sulit dilaksanakan secara independen karena aliran dana luar negeri yang akan terjadi akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan jumlah uang beredar, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi di dalam negeri. Sebaliknya, apabila suatu negara menerapkan sistem nilai tukar mengambang, maka aliran dana luar negeri akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan nilai tukar di pasar. Oleh karena itu kebijakan moneter dapat lebih independen untuk difokuskan pada pengendalian jumlah uang beredar dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di dalam negeri.
Di dalam perekonomian terbuka stabilitas nilai tukar, kebebasan mobilitas dana luar negeri, dan independensi pelaksanaan moneter tidak dapat dicapai secara bersamaan. Kondisi tersebut dalam istilah ekonomi dikenal dengan istilah imposible trinity.  Yang dapat dicapai oleh bank sentral hanyalah dua dari tiga kondisi di atas. Jadi, apabila diinginkan stabilitas nilai tukar dengan penerapan sistem nilai tukar tetap, maka independensi kebijakan moneter mengharuskan  pembatasan mobilitas dana luar negeri melalui penerapan sistem devisa terkontrol. Sebaliknya, apabila dikehendaki kebebasan mobilitas dana luar negeri dengan penerapan sistem devisa bebas, maka indepedensi kebijakan moneter mengharuskan dianutnya sistem nilai tukar mengambang agar pengaruh mobilitas dana luar negeri tersebut dapat diserap oleh perubahan nilai tukar (dengan konsekuensi nilai tukar tukar tidak selalu stabil) dan jumlah uang beredar di dalam negeri tetap terkendali (Perry Warjiyo, 2004:73).

B.     Neraca Pembayaran Internasional
1.      Konsep dan Pengertian
Neraca Pembayaran Internasional adalah suatu neraca pembukuan yang menyuguhkan nilai berbagai jenis transaksi keuangan yang dilakukan di antara suatu negara dengan negara lain dalam jangka waktu tertentu (Sukirno, 1995: 370). Neraca Pembayaran suatu negara adalah suatu catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk suatu negara itu dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. (Nopirin, 1994: 165)
Dari kedua definisi di atas, secara garis besar dapat dikatakan  bahwa neraca pembayaran  internasional adalah catatan yang sistematis tentang transaksi internasional antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan utama dari neraca pembayaran internasional adalah untuk memberikan informasi kepada pemerintah mengenai posisi keuangan dalam hubungan ekonomi dengan negara lain, serta membantu dalam hal pengambilan kebijakan semacam moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional. Dalam neraca pembayaran internasional yang dicatat di dalamnya hanyalah transaksi ekonomi internasional saja, yang meliputi transaksi barang–barang dan jasa–jasa dari suatu negara ke negara lain. Transaksi ekonomi tersebut dibedakan antara transaksi kredit dan transaksi debet. Transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Transaksi debet adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain.
2.      Unsur – Unsur Neraca Pembayaran Internasional
Neraca Pembayaran Internasional terdiri dari beberapa unsur berupa neraca yang cakupannya lebih terbatas yaitu :

a.      Neraca Perdagangan (Trade Account)
Transaksi ini meliputi ekspor maupun impor barang dan jasa. Ekspor dan impor barang meliputi barang– barang yang bisa dilihat secara fisik seperti kayu, baja, timah, dan sebagainya sehingga sering disebut sebagai perdagangan nyata. Ekspor jasa atau perdagangan tak nyata meliputi penjualan jasa– jasa angkutan, turisme, dan asuransi serta pendapatan dari investasai modal. Sedangkan impor jasa meliputi pembayaran pendapatan (bunga, deviden atau keuntungan) untuk modal yang ditanam di dalam negeri oleh penduduk negara lain. Neraca perdagangan akan surplus jika ekspor lebih besar daripada impor. Ini berarti bahwa suatu negara mengalami akumulasi kekayaan valuta asing, sehingga mempunyai saldo positif dalam investasi luar negeri. Sebaliknya defisit dalam neraca perdagangan  berarti impor lebih besar daripada ekspor sehingga terjadi pengurangan investasi luar negeri.
b.      Neraca Transaksi Berjalan ( Current Account )
Neraca transaksi berjalan adalah suatu neraca yang mencatat nilai aliran barang dan jasa serta penerimaan dan pembayaran lain antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain di seluruh dunia. Neraca transaksi berjalan ini meliputi penerimaan ekspor barang dan jasa yang dijual di luar negeri, pembayaran impor barang dan jasa dari luar negeri, pendapatan investasi seperti bunga dan deviden, serta transfer.
Ekspor ataupun impor suatu barang meliputi penjualan dan pembelian barang– barang yang dapat dilihat secara fisik. Ekspor dikurangi impor disebut dengan neraca perdagangan atau neraca barang. Ekspor dan impor jasa meliputi penjualan jasa pariwisata, asuransi, dsb. Ekspor dan impor jasa ini membentuk neraca jasa. Neraca perdagangan ditambah dengan neraca jasa disebut dengan neraca barang dan jasa. Pendapatan investasi atau modal yang diterima maupun pendapatan investasi atau modal yang harus dibayar seperti bunga dan deviden akan membentuk neraca pendapatan investasi. Neraca transfer mencatat penerimaan dan pengeluaran transfer satu arah. Transfer satu arah adalah suatu jenis transaksi intern yang tidak menimbulkan kewajiban melakukan pembayaran. Misal, hadiah dari suatu negara ke negara lain. Neraca barang dan jasa dan pendapatan investasi ditambah dengan transfer disebut dengan neraca transaksi berjalan.
Neraca transaksi berjalan ini dikatakan dalam keadaan defisit bila impor semua macam barang dan jasa lebih tinggi daripada nilai ekspor semua macam barang dan jasa, dan sebaliknya dikatakan surplus bila nilai impornya lebih rendah daripada nilai ekspor. Neraca transaksi berjalan ini disebut pula dengan neraca perdagangan. Jadi neraca perdagangan Indonesia akan defisit bila penduduk Indonesia harus melakukan pembayaran yang lebih besar daripada yang harus diterima dari bukan penduduk Indonesia di luar negeri. 

c.       Lalu Lintas Modal / Neraca Modal (Capital Account)
Neraca modal menggambarkan lalu lintas modal masuk dan keluar suatu negara baik yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta. Aliran modal pemerintah berupa pinjaman dan bantuan dari negara  negara asing yang diberikan kepada pemerintah ataupun badan– badan pemerintah, sedangkan aliran modal swasta dibedakan menjadi investasi langsung, investasi portofolio,  serta amortisasi. Investasi langsung berupa investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portofolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham di negara lain, sedangkan amortisasi adalah pembelian kembali (buy back) saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara lain (Sukirno, 1995: 371).
d.      Transaksi Satu Arah (Unilateral Transfer)
Transaksi satu arah adalah transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran (Nopirin, 1994: 194). Transaksi yang dimaksud adalah berupa hadiah (gift) dan bantuan (aid).Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan kepada negara lain, maka ini merupakan transaksi debet. Sebaliknya, jika suatu negara menerima bantuan atau hadiah dari negara lain merupakan transaksi kredit.
e.       Selisih Perhitungan (Errors and Omissions)
Rekening ini merupakan rekening penyeimbangan. Apabila nilai transaksi kredit tidak persis sama dengan nilai transaksi– transaksi debet. Dengan adanya rekening ini, maka jumlah total nilai sebelah kredit dan debet dalam suatu neraca pembayaran internasional akan sama.
f.       Lalu Lintas Moneter (Monetary Movement)
Transaksi ini sering disebut Accomodating Transaction sebab transaksi ini timbul sebagai akibat dari transaksi lain yang disebut autonomous. Yang termasuk dalam transaksi autonomous adalah transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi satu arah. Defisit atau surplus neraca pembayaran dapat diketahui dari transaksi autonomous tersebut. Defisit apabila transaksi autonomous debet lebih besar daripada transaksi autonomous kredit, dan sebaliknya. Perbedaan antara transakasi autonomous debet dengan kredit diseimbangkan dengan transaksi lalu lintas moneter. Lalu lintas moneter termasuk di dalamnya adalah mutasi dalam hubungan dengan IMF, pasiva luar negeri serta aktiva luar negeri.
g.      SDR (Special Drawing Right)
Merupakan satuan nilai tukar yang diterbitkan oleh IMF untuk para anggotanya, dimana merupakan salah satu mata uang internasional untuk tujuan khusus. SDR sebenarnya bukan transaksi terpisah tetapi masih merupakan bagian dari transaksi modal. SDR menunjukkan jumlah cadangan internasional neto yang berpindah antar bank sentral untuk menyelesaikan transaksi internasional. Selain SDR biasanya juga digunakan emas, dolar, euro, dan mata uang utama lainnya.
3.      Struktur Neraca Pembayaran
Dibawah ini akan ditunjukkan struktur Neraca Pembayaran beserta keterangannya.
Keterangan Unsur dan Ayat Neraca                           Nilai
a. Transaksi Berjalan (C/A)                                     xx        (A)
                  1). Barang                                                             xx        (A1)
                       a). Ekspor                                                         xx        (A1a)
                       b). Impor                                                          xx        (A1b)
                   2). Jasa – jasa                                                       xx        (A2)
a). Terima                                                        xx        (A2a)
b). Bayar                                                         xx        (A2b)
b. Lalu lintas Modal (Capital account)                    xx        (B)
                   1). Pemerintah                                                      xx        (B1)
a). Masuk                                                        xx        (B1a)
                        b). Keluar                                                        xx        (B1b)
                  2). Swasta                                                             xx        (B2)
a). Masuk                                                        xx        (B2a)
b). Keluar                                                        xx        (B2b)
            c. SDR                                                                                    xx        (C)
            d. Jumlah (A+B+C)                                                  xx        (D)
            e. Selisih Perhitungan (errors & omissions)            xx        (E)
            f. Lalu lintas Moneter atau Cad. Devisa                 xx        (F)
Komponen dari transaksi berjalan adalah neraca perdagangan dan neraca jasa. Neraca perdagangan terdiri dari ekspor dan impor barang. Neraca perdagangan surplus apabila nilai ekspor > nilai impor atau A1 = A1a – A1b. Akan defisit bila sebaliknya. Neraca jasa terdiri dari penerimaan dan pengeluaran dari jasa, atau A2 = A2a – A2b. Transaksi berjalan akan surplus bila neraca perdagangan dan neraca jasa kedua-duanya positif, atau surplus neraca perdagangan > neraca jasa. Komponen berikut adalah neraca modal yaitu lalu lintas modal masuk dan keluar suatu negara, baik pemerintah maupun swasta. Jumlah nilai transaski berjalan (A) dengan neraca modal (B) dan SDR (C) yaitu (D), yang merupakan omzet neraca pembayaran. Ayat selisih perhitungan mewakili kesalahan dan kelalaian yang terjadi dalam pencatatan neraca pembayaran. Surplus atau defisit neraca pembayaran internasional suatu negara terlihat melalui ayat (F) lalu lintas moneter, atau cadangan devisa yaitu penjumlahan dari (D) dan (E), penentuan surplus atau defisit dilihat melalui posisi cadangan devisa setiap tahun. Apabila cadangan devisa mengalami surplus maka pada pos lalulintas moneter ditunjukkan tanda negatif dan sebaliknya (Dumairy, 1997).
4.      Pengertian “Balance” dalam Suatu Neraca Pembayaran
Konsep “balance” dalam neraca pembayaran mempunyai arti yang berbeda-beda. Pada dasarnya ada empat pengertian balance yaitu:
a.      Basic balance
Basic balance terdiri dari balance dalam transaksi yang sedang berjalan (current account balance) ditambah transaksi modal jangka panjang. Basic balance akan berubah-ubah apabila terjadi perubahan yang prinsipil dalam perekonomian, seperti misalnya: perubahan harga, kurs valuta asing dan pertumbuhan ekonomi. Perubahan dalam basic balance akan tercermin dalam perubahan aliran modal jangka pendek dan selisih yang diperhitungkan (errors and Omissions). Dengan demikian, basic balance memberikan informasi tentang akibat perubahan perekonomian terhadap neraca pembayaran, yakni akibatnya terhadap aliran modal jangka pendek. Kalau misalnya pemerintah menghendaki suatu target tertentu untuk aliran modal jangka pendek, maka perhatian khusus harus diarahkan kepada akibat kebijakan ekonomi pemerintah terhadap transaksi yang sedang berjalan dan aliran modal jangka panjang. Menurut pandangan ini, dalam jangka panjang basic balance akan menjadi nol. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa aliran modal jangka pendek (oleh pemerintah dan atau swasta) akan sama dengan nol, artinya aliran modal masuk akan sama dengan aliran modal keluar.
b.      Balance transaksi “autonomous”
Balance ini terdiri dari basic balance ditambah dengan aliran modal jangka pendek. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan balance transaksi autonomous daripada basic balance sebab kenyataannya aliran modal jangka pendek itu jarang sekali sama dengan nol. Seperti telah diuraikan diatas, defisit atau surplus neraca pembayaran dilihat dari balance transaksi autonomous yang kemudian tercermin dalam transaksi accommodating (yakni aliran modal pemerintah jangka pendek).
c.       Liquidity balance
Konsep liquidity balance ini dikembangkan di Amerika serikat untuk mengukur posisi neraca pembayarannya. Perbedaannya dengan balance transaksi autonomous adalah di dalam perlakuan terhadap pemilikan kekayaan (assets) jangka pendek. Kekayaan asing (misalnya surat-surat berharga jangka pendek atau deposito bank) oleh penduduk Amerika diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Liquidity balance ini bersama basic balance dan selisih yang diperhitungkan merupakan faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan. Sebaliknya, kekayaan jangka pendek Amerika yang dimiliki oleh penduduk lain dianggap sebagai sumber pembiayaan ketidakseimbangan yang timbul dalam neraca pembayaran.
d.      Balance transaksi pemerintah jangka pendek
Menurut konsep ini neraca pembayaran terdiri dari penjumlahan basic balance, selisih yang diperhitungkan dan rekening modal jangka pendek. Ketidakseimbangan yang timbul dalam neraca pembayaran diseimbangkan dengan cadangan modal pemerintah serta modal pemerintah jangka pendek yang dimiliki oleh lembaga-lembaga moneter asing.
5.      Masalah dalam Analisa Neraca Pembayaran
Tujuan analisa neraca pembayaran sangat berbeda-beda dan perbedaan ini menentukan pola analisanya. Beberapa masalah atau kekeliruan yang sering timbul dalam analisa neraca pembayaran antara lain:
a.       Seringkali mengabaikan saling hubungan antara transaksi internasional yang satu dengan yang lain, sehingga ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran diasosiasikan dengan satu transaksi saja tanpa melihat hubungannya dengan yang lain.
b.      Surplus dalam transaksi yang sedang berjalan sering dianggap baik, sebaliknya defisit dianggap jelek. Padahal defisit atau surplus dalam transaksi berjalan tidak perlu dikhawatirkan selama defisit atau surplus tersebut diimbangi dengan aliran modal masuk atau keluar dalam jumlah yang sama.
c.       Keputusan untuk memberi bantuan (Aid) seharusnya lebih didasarkan pada kekuatan ekonomi negara secara keseluruhan (misalnya diukur dengan penghasilan per kapita) bukan atas dasar pertimbangan neraca pembayaran.
6.      Ketidakseimbangan Neraca Pembayaran Internasional
Suatu NPI dikatakan tidak seimbang apabila transaksi autonomous debit tidak sama dengan transaksi autonomous kredit. Defisit apabila transaksi autonomous debit lebih besar daripada transaksi autonomous kredit, dan surplus sebaliknya.
Selain transaksi autonomous di dalam NPI dikenal pula transaksi yang induced/compensatory transaction, yakni transaksi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi lain. Yang termasuk ke dalam transaksi ini adalah: aliran modal (pemerintah) jangka pendek serta aliran emas.
Ditinjau dari penyebabnya, ketidakseimbangan dapat dikelompokkan menjadi 4(empat) yaitu:
a.       Seasonal Disequilibrium, yaitu ketidakseimbangan yang disebabkan oleh adanya perubahan musim.
b.      Cyclical Disequilibrium, yaitu ketidakseimbangan yang disebabkan oleh perubahan kebijakan negara lain.
c.       Structural disequilibrium, yaitu ketidakseimbangan yang disebabkan adanya struktur / kemajuan teknik.
d.      Destabilizing speculation, yaitu ketidakseimbangan yang disebabkan kegiatan spekulasi aliran modal.
Suatu negara dapat menempuh beberapa cara untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Grafik di bawah ini dapat menjelaskan beberapa alternatif tersebut
                  Rp


 

                  R1
                  R0

                                                           D0            D1
                             0                         X0            X1            US$
Gambar 2.1 Alternatif Mengatasi Ketidakseimbangan NPI
Sumber: Nopirin (1994), Ekonomi Internasional, hal 181

Keseimbangan mula-mula adalah pada kurs OR0 dan jumlah valuta asing yang diperdagangkan OX0. Keseimbangan ini terganggu, misalnya ini terganggu, misalnya dengan bergesernya permintaan dari D0 ke D1. Pada tingkat kurs OR0 terdapat kelebihan permintaan valuta asing (defisit NPI) sebesar X0X1. Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini beberapa alternatif yang dapat diambil oleh suatu negara antara lain:
1). Membiarkan tingkat kurs naik menjadi OR1 (kurs yang berubah-ubah).
2). Membiarkan proses penyeimbangan berjalan secara otomatis melalui perubahan harga dan pendapatan (kurs tetap/standar emas).
3). Pemerintah dapat menambah penawaran devisa di pasar dengan menggunakan cadangan yang dimiliki (pegged rate).
4). Kebijakan deflasi (untuk menurunkan ongkos produksi dan harga) serta mengurangi permintaan total dan pendapatan guna menekan impor.
5). Melakukan pengawasan devisa (exchange control).
Suatu negara dapat mengambil kebijakan yang merupakan kombinasi dari alternatif-alternatif diatas.

C.    Keseimbangan Internal dan Eksternal
Keseimbangan internal terjadi apabila terdapat keseimbangan di pasar dalam negeri, baik pasar barang (termasuk pasar tenaga kerja) maupun pasar uang. Sedangkan keseimbangan eksternal terjadi apabila neraca pembayaran internasional seimbang. Tujuan pemerintah selalu ingin mencapai kedua keseimbangan tersebut secara bersama-sama dengan melakukan berbagai kebijakan-kebijakan.
Berikut ini gambar diagram Swan yang biasa digunakan dalam menentukan kebijakan apa yang harus diambil untuk situasi ekonomi yang berbeda.






Diagram Swan
                                                                                                      Keseimbangan
      Kurs                                                          I                                                           eksternal                               
                                                                                R                                    
            R1                                                                                                                                                  Inflasi    
                                                                                                                                                            b        
                                   Surplus
                                                                         a           e
                        E                                                     d                               
                     R2       IV                                                                                                                             II
                                                                                                                                                               
                                                                                                                                c
                                                Unemployment                         Defisit                         
                    R0                                                                                         III                                                       
                                                                                                                                                Keseimbangan
                                             D                                                                                           Internal                          
                                                      D2                                        D4                                  D3        D1

Gambar 2.2 Pengeluaran Domestik
Sumber: Nopirin (1994), Ekonomi Internasional, hal 199

Garis keseimbangan internal (internal balance) menggambarkan berbagai kombinasi antara pengeluaran domestik dengan kurs valuta asing dimana tercapai keadaan full-employment tanpa menimbulkan inflasi. Gambar 2.2 menjelaskan bahwa makin rendah kurs valuta asing (R) (akan membatasi ekspor dan mendorong impor), pengeluaran domestik (D) haruslah makin tinggi guna mempertahankan tingkat full-employment. Keseimbangan internal dan eksternal terjadi pada titik D4 dan R2. Apabila tingkat pengeluaran domestik turun menjadi D2 dan kurs tetap, maka akan terjadi unemployment. Untuk menghilangkannya kurs harus naik sampai R1 (full employment R1D2). Dengan demikian garis keseimbangan internal turun dari kiri atas ke kanan bawah. Kombinasi pengeluaran domestik dan kurs yang terletak di sebelah kiri bawah garis keseimbangan internal menunjukkan adanya unemployment sedangkan yang terletak di sebelah kanan atas menunjukkan adanya inflasi.
Sebaliknya, garis keseimbangan eksternal menggambarkan berbagai kombinasi pengeluaran domestik dengan kurs dimana tercapai keseimbangan dalam neraca perdagangan internasional. Makin tinggi pengeluaran domestik , kurs haruslah makin tinggi guna mencapai keseimbangan dalam neraca perdagangan. Misalnya, titik a menunjukkan keseimbangan eksternal pada tingkat pengeluaran domestik D3. Kenaikan pengeluaran domestik ke D1 dengan kurs tetap akan menyebabkan defisit dalam neraca perdagangan, (titik C) sebab impor akan naik sejalan dengan kenaikan pengeluaran domestik. Keseimbangan eksternal (pada titik b ) akan tercapai apabila kurs valuta asing naik, sebab kenaikan ini akan mendorong ekspor dan menekan impor. Dengan demikian garis keseimbangan eksternal naik dari kiri bawah ke kanan atas. Kombinasi pengeluaran domestik dengan tingkat kurs yang terletak di sebelah kanan bawah garis keseimbangan eksternal menunjukkan adanya defisit dalam neraca perdagangan, sedangkan yang terletak disebelah kiri atas menunjukkan adanya surplus neraca perdagangan. Keseimbangan internal dan eksternal, kedua-duanya tercapai hanya pada titik d, dengan tingkat kurs R2 dan pengeluaran  domestik D4. Di luar titik d, suatu negara akan mengalami ketidakseimbangan internal dan eksternal dengan kombinai sebagai berikut:


Daerah
Kondisi Domestik
Neraca Pembayaran
I
II
III
IV
Inflasi
Inflasi
Unemployment
Unemployment
Surplus
Defisit
Defisit
Surplus
Sumber: Nopirin (1994), Ekonomi Internasional, hal 199
     
Daerah II dan IV menunjukkan adanya “konsistensi”, artinya untuk menuju ke keseimbangan internal dan eksternal diperlukan arah kebijakan moneter dan fiskal yang sama, yakni kontraksi untuk daerah II (anak panah pada C) dan ekspansi untuk daerah IV (anak panah pada E). Tindakan ini sering disebut dengan expenditure reducing.
Daerah I dan III, sebaliknya menunjukkan adanya “inkonsistensi”. Daerah I memerlukan tindakan revaluasi, sedang daerah II diperlukan devaluasi. Kedua kebijaksanan ini untuk mendorong penggantian barang impor dengan produksi dalam negeri melalui perubahan harga relatif (expenditure switching policies). Dalam grafik diatas kedua tindakan tersebut digambarkan dengan anak panah dan masing-masing dari R (untuk revaluasi) dan D (untuk devaluasi).
Tujuan kebijakan ekonomi pemerintah adalah untuk mencapai keseimbangan internal dan eksternal. Keadaan ini digambarkan dengan titik d pada gambar 2.2. Titik d ini tidak bisa dicapai dengan hanya menggunakan satu alat kebijaksanan saja, kecuali apabila kondisi sebelumnya terletak pada garis yang putus-putus. Dalam kondisi ini, untuk mencapai titik d hanya diperlukan satu alat kebijakan saja. Namun keadaan ini jarang terjadi. Seperti misalnya, mulai dari titik E kebijakan ekspansi masih akan mengakibatkan surplus dalam neraca perdagangan. Untuk mencapai titik d, kebijakan ekspansi masih harus dilakukan sampai melebihi garis keseimbangan internal, kemudian ditambah dengan kebijakan revaluasi (seperti tergambar dengan ketiga anak panah).
Demikian juga mulai dari titik D, di sini diperlukan kombinasi kebijakan devaluasi ditambah dengan ekspansi; dan untuk titik R perlu kebijakan revaluasi dan kontraksi pengeluaran domestik. Secara sistematis, kombinasi kebijakan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Daerah
Kebijakan yang diperlukan
Domestik/ Internal
Eksternal
Iα dan IIß
IIα dan IIIß
IIIα dan IVß
IVα dan Iß
Kontraksi
Kontraksi
Ekspansi
Ekspansi
Revaluasi
Devaluasi
Devaluasi
Revaluasi
Sumber: Nopirin (1994), Ekonomi Internasional, hal 200
        
D.    Kebijakan Moneter Terhadap Neraca Pembayaran
1.      Aliran Pemikiran
Pendekatan moneter terhadap Neraca pembayaran yang dikenal sekarang ini baru berkembang pada tahun 1950-an dengan dua aliran pemikiran. Pertama, yang dikembangkan berdasarkan pada pemikiran praktisi-praktisi dari IMF dan dipelopori oleh ekonom Belanda yang bernama J.J Polak, bekas direktur riset IMF. Aliran pemikiran kedua berasal dari staf pengajar dari Universitas Chicago yang dikenal sebagai pusat pemikiran aliran monetarist, yaitu Mundell pada tahun 1968 dan Johnson pada tahun 1971 yang mengembangkan pemikiran dari David Hume, seorang ekonom klasik pada abab ke-19 dimana pemikiran tersebut tenggelam bersamaan dengan bergesernya pemikiran klasik oleh pemikiran keynes pada tahun 1030-an (Nopirin ,1998:33-35)
Perbedaan kedua pemikiran tersebut tidak menyangkut hal-hal yang mendasar, tetapi hanya menyangkut perbedaan teknis dalam penerapan model pendekatan moneter dalam neraca pembayaran tersebut, antara lain menyangkut ketersediaan data statistik di suatu negara. Jadi pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran bukan merupakan penemuan baru atau inovasi dalam teori tetapi penemuan kembali teori yang pernah disampaikan oleh David Hume pada tahun 1752.
2.      Karakteristik dan Ciri-ciri Pendekatan Moneter terhadap Neraca Pembayaran
Pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran internasional mempunyai tiga karakteristik:
Pertama, pendekatan moneter menganggap ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran sebagai fenomena moneter yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan stok antara permintaan dan penawaran uang. Kedua, pendekatan moneter menyatakan bahwa tanpa adanya campur tangan pemerintah, ketidakseimbangan neraca pembayaran akan memulihkan persamaan antara permintaan dan penawaran uang. Dengan demikian, ketidakseimbangan neraca pembayaran bersifat sementara dan akan menuju keseimbangan secara spontan dalam jangka panjang. Ketiga, pendekatan moneter berlaku sama dalam kondisi kurs mengambang dan kurs tetap meskipun proses masing-masing sistem berbeda (Salvator, 1998: 304).
3.      Asumsi-asumsi Dasar
Dasar utama pendekatan ini adalah anggapan adanya stabilitas dalam permintaan akan uang serta otoritas moneter tidak melakukan tidakan sterilisasi. Tindakan sterilisasi artinya tindakan otoritas moneter untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh neraca pembayaran terhadap jumlah uang beredar. Caranya, apabila terdapat surplus dalam neraca pembayaran, untuk mencegah pengaruh surplus ini terhadap jumlah uang yang beredar, maka otoritas moneter melakukan kebijakan pengurangan jumlah uang yang beredar, misalnya dengan menjual surat-surat berharga. Dengan tindakan tersebut surplus neraca pembayaran tidak akan menyebabkan naiknya jumlah uang beredar. Pengaruh neraca pembayaran terhadap jumlah uang yang beredar hanya terjadi apabila suatu negara memakai sistem kurs tetap, karena didalam sistem kurs berubah-ubah atau bebas, neraca pembayaran yang surplus atau defisit akan berakibat kurs valuta asing turun atau naik. Dengan dasar anggapan bahwa otoritas moneter tidak melakukan tindakan sterilisasi, maka surplus tersebut akan timbul, yang menyebabkan jumlah uang beredar bertambah atau berkurang sampai kelebihan permintaan atau penawaran uang hilang (pasar uang menjadi seimbang).
Oleh karena itu, neraca pembayaran yang tidak seimbang merupakan refleksi dari ketidakseimbangan dalam pasar uang. Neraca pembayaran yang defisit merupakan refleksi dari adanya kelebihan jumlah uang yang beredar dan sebaliknya surplus sebagai refleksi kelebihan permintaan uang. Di dalam jangka panjang, keseimbangan pasar uang (juga neraca pembayaran) akan terjadi secara otomatis. Tetapi apabila otoritas moneter melakukan tindakan sterilisasi (dengan kata lain menyimpang dari anggapan pendekatan moneter), maka surplus atau defisit neraca pembayaran akan terjadi terus menerus (Nopirin, 1998: 37).
Selain kedua asumsi di atas, sejumlah penulis lain menambahkan beberapa anggapan yaitu bahwa upah dan harga bebas berubah atau fleksibel sehingga output dalam jangka panjang akan selalu dalam keadaan full employment. Konsekuensinya, proses penyesuaian neraca pembayaran melalui perubahan pendapatan (pendekatan Keynes) menjadi tidak penting.
Anggapan lain, yakni adanya substitusi sempurna antara barang konsumsi dan modal (termasuk surat berharga). Sehingga konsekuensinya, harga atau tingkat bunga di dalam negeri akan sama atau pararel dengan luar negeri, sehingga hanya akan terjadi satu harga saja (low of one price)

E.     Model Dasar Pendekatan Moneter terhadap Neraca Pembayaran 
1.      Penyesuaian dengan Kurs Baku
Neraca pembayaran didefinisikan sebagai semua transaksi yang mencakup barang, jasa dan dan surat-surat berharga (modal), sehingga saldo akhir dari neraca pembayaran dapat didefinisikan sebagai B, atau dalam formulasi matematis dapat ditulis:

B= X-M-K…………………………………………………        (2.1)
Dimana:
X = Ekspor
M = Impor
K = Netto lalu lintas modal
B dapat dianggap pula sebagai stok cadangan valuta asing yang dimiliki oleh otoritas moneter (IR), dimana melalui perubahan stok ini, maka pendekatan moneter menganggap bahwa neraca pembayaran memiliki gejala moneter.
Pendekatan moneter tidak membedakan antara transaksi autonomous dan transaksi penyeimbang (acomodating), tetapi berfokus pada keseimbangan cadangan internasional (official reserves). Ketidakseimbangan rekening ini merupakan disekuilibrium eksternal, yang juga dapat dinyatakan sebagai perubahan neto stok aktiva cadangan internasional. Jadi, pendekatan moneter tidak membedakan berbagai komponen rekening neraca pembayaran dan tidak menjelaskan ketidakseimbangan dari segi komponen-komponen tersebut.
Penentu utama ketidakseimbangan neraca pembayaran adalah ketidakseimbangan moneter internal, yaitu ketidakseimbangan stok antara permintaan dan penawaran uang. Ketidakseimbangan ini disebabkan karena tanpa adanya campur tangan otoritas moneter (otoritas moneter tidak mampu atau tidak mau menerapkan tindakan sterilisasi), ketidakseimbangan moneter akan dikoreksi melalui aliran moneter eksternal.
Ketidakseimbangan stok uang internal, misalnya berupa kelebihan stok uang (relatif terhadap permintaan uang) akan menyebabkan aliran ke luar negeri sebagai usaha mengurangi kelebihan stok dan memulihkan kesamaan antara permintaan dan penawaran uang terpulihkan. Akibat moneter dari kenaikkan neto impor dan aktiva luar negeri yang disebabkan oleh aliran ke luar ini adalah penurunan aktiva cadangan internasional, yaitu ekuivalen dengan pengurangan stok uang domestik dan dengan demikian menyelesaikan proses penyesuaian. Elastisitas permintaan impor tidak memainkan peranan dalam proses ini.
Karena keseimbangan moneter internal dipulihkan melalui aliran moneter eksternal, proses penyesuaian moneter dapat diuji dari segi kesamaan antara stok permintaan dan penawaran uang. Permintaan uang diasumsikan stabil dalam jangka panjang dan secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
Md = f(Y,i) P…………………………………………….....       (2.2)
Dimana:
Md = permintaan stok uang nominal
Y    = Pendapatan riil
i      = tingkat bunga
P    = tingkat harga
Permintaan uang berhubungan langsung dengan pendapatan riil, berhubungan terbalik dengan tingkat bunga dan proporsional dengan tingkat harga. Kenaikan pendapatan atau penurunan tingkat bunga meningkatkan harga secara proporsional. Perubahan variabel-variabel ini akan mengubah permintaan uang dan memainkan peranan dalam proses penyesuaian moneter.
Penawaran uang, yang terdiri dari komponen internal dan eksternal dapat dinyatakan sebagai:
Ms = mm (IR + DC)……………………………………….        (2.3)
Dimana:
MS = penawaran stok uang nominal
IR   = cadangan devisa (internasional reserves)
DC = kredit domestik (domestic credit)
mm = angka pengganda (money multiplier)
Komponen internal uang inti domestik (domestic credit) merupakan sumber cadangan bank-bank umum. Apalagi digandakan oleh angka pengganda uang /mm (yang dalam bentuk sederhananya berbanding terbalik dengan rasio cadangan bank dan diasumsikan konstan), DC menentukan komponen domestik penawaran uang. Karena volume cadangan dikendalikan oleh otoritas moneter, yang dengan demikian juga mengendalikan bagian dari penawaran uang ditentukan secara eksogen.
Komponen eksternal dari uang inti domestik (international reserves) yang merupakan aktiva cadangan negara yang berhubungan  dengan stok cadangan internasional merupakan cadangan bank-bank umum. Aliran uang masuk, misalnya yang mengakibatkan apresiasi kurs, harus disalurkan melalui campur tangan pemerintah berupa penjualan mata uang domestik atau pembelian mata uang asing.
Kenaikan stok aktiva cadangan internasional mengakibatkan kenaikan stok cadangan bank-bank umum. Melalui bekerjanya angka pengganda uang, hal ini akan meningkatkan penawaran uang. Surplus neraca pembayaran, beraksi melalui aliran mata uang masuk dan peningkatan aktiva cadangan. Dengan demikian, tanpa adanya tindakan sterilisasi surplus neraca pembayaran berada di luar kontrol otoritas moneter dan akibatnya penawaran uang domestik menjadi variabel endogen.
Dalam kondisi ekuilibrium, kuantitas permintaan uang sama dengan kuantitas penawarannya, atau:
Md = Ms…………………………………………………..         (2.4)
Dengan memasukkan persamaan (2.2) untuk Md dan persamaan (2.3) untuk Ms, maka diperoleh persamaan yang menjelaskan hubungan pokok dalam neraca pembayaran dari pendekatan moneter, yaitu:
IR = ……………………………      (2.5)
Dari persamaan 2.5 terlihat jelas bahwa perubahan internasional reserves valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan/penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar , maka neraca pembayaran akan defisit , dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus .
Kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan uang ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal ke luar, yang menyebabakan neraca pembayaran defisit. Sebaliknya, kelebihan permintaan uang (apabila jumlah uang yang beredar tidak bertambah), maka kelebihan permintaan uang ini akan dipenuhi dari luar negeri yang berupa aliran modal masuk. Aliran modal masuk ini mungkin terdorong oleh naiknya tingkat bunga dalam negeri (sebagai kenaikan permintaan uang) atau oleh kenaikan ekspor (adanya kenaikan permintaan uang berarti masyarakat menjual barang-barangnya untuk ditukarkan dengan uang). Aliran modal masuk akan memperbaiki neraca pembayaran/surplus (Nopirin, 1994:221-222)
Implikasi Kebijakan
Implikasi kebijakan ketidakseimbangan moneter internal juga terkandung dalam persamaan di atas. Kelebihan stok permintaan uang, yang ditampung/ diimbangi dengan kenaikan aktiva internal dan kenaikan komponen eksternal dari penawaran uang, menghasilkan surplus neraca pembayaran. Surplus ini hanya berlangsung sampai kelebihan permintaan uang terpuaskan dan keseimbangan moneter internal terpulihkan.
Notasinya:
Md > mm.DC→→mm IR (surplus)
Kelebihan penawaran stok uang, yang akan ditampung/ diimbangi oleh penurunan aktiva cadangan dan penurunan komponen eksternal penawaran uang, akan menghasilkan defisit neraca pembayaran. Defisit ini hanya berlangsung selama kelebihan penawaran dihamburkan ke luar negeri dan keseimbangan internal terpulihkan.
Notasinya:
Md < mm.DC→→mm IR (defisit)
Ketidakseimbangan neraca pembayaran hanya bertahan selama ketidakseimbangan moneter internal berlangsung. Dengan demikian, dalam jangka panjang tanpa adanya tindakan sterilisasi ketidakseimbangan neraca pembayaran akan berswakoreksi. Ini berimplikasi bahwa tindakan stabilisasi tidak diperlukan, kecuali untuk menjamin kesamaan antara stok permintaan dan penawaran uang.
Implikasi kebijakan yang dapat diambil dari pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran adalah bahwa pengaruh/efektivitas suatu kebijakan terhadap neraca pembayaran haruslah dinilai dengan dasar pengaruhnya terhadap keseimbangan pasar uang. Seperti misalnya, kebijakan devaluasi akan cenderung menaikkan harga yang gilirannya akan menaikkan permintaan uang. Jika kenaikan permintaan uang ini tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, maka akan terjadi aliran modal masuk dari luar negeri (surplus neraca pembayaran). Aliran modal ini akan terus berlangsung sampai kelebihan permintaan uang ini hilang (pasar uang seimbang). Oleh karena itu surplus neraca pembayaran sifatnya hanya sementara, selama masih terdapat adanya kelebihan permintaan uang.
Demikian juga kebijakan tarif dan kuota. Kedua kebijakan tersebut akan menyebabkan harga-harga naik sehingga timbul kelebihan permintaan uang. Akibatnya terjadi aliran modal masuk (surplus neraca pembayaran). Surplus ini akan berlangsung terus hingga kelebihan permintaan uang ini hilang (pasar uang seimbang). Dengan demikian, hasil akhirnya baik pasar uang maupun neraca pembayaran seimbang kedua-duanya.
Keseimbangan di dalam pasar uang akan menjamin keseimbangan dalam neraca pembayaran internasional. Ide ini didasarkan pada hukum Walras, yakni ‘apabila hanya ada dua pasar, pasar uang dan pasar barang misalnya, keseimbangan di dalam pasar uang berarti pula keseimbangn di dalam pasar barang’ . Didalam menganalisa neraca pembayaran internasional, pendekatan moneter menggunakan hukum Walras ini sebagai dasar fikirannya (Nopirin, 1998:37).
2.      Penyesuaian dengan Kurs Mengambang
Pendekatan moneter menyatakan bahwa dalam sistem kurs mengambang, ketidakseimbangan neraca pembayaran dapat segera dikoreksi oleh perubahan-perubahan otomatis kurs tanpa melibatkan arus uang atau aset-aset cadangan internasional. Karena kurs menyesuaikan untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, saldo cadangan internasional harus tetap berada dalam ekuilibrium kontinyu dan tidak terdapat perubahan aktiva cadangan. Kondisi keseimbangan dapat dinyatakan sebagai:
Md = mm DC……………………………………………….      (2.6)
Persamaan di atas memiliki implikasi penting untuk pencapaian dan pemeliharaan keseimbangan moneter dan keseimbangan neraca pembayaran. Pertama, sekarang penawaran uang dikeluarkan dari komponen eksternal, menjadi variabel eksogen dibawah pengawasan langsung otoritas moneter, penawaran uang kerenanya menjadi piranti kebijakan. Kedua, aktiva cadangan tidak lagi menyesuaikan untuk memulihkan keseimbangan moneter internal karena penawaran uang domestik terisolir dari aliran moneter eksternal. Ketiga, ketidakseimbangan moneter internal akan berwujud fluktuasi kurs. Kelebihan suatu permintaan uang, yang akan diimbangi oleh peningkatan aktiva cadangan dan surplus neraca pembayaran dalam kondisi kurs tetap, atau menghasilkan apresiasi kurs.
Notasinya:
Md > mm.DC→→R (apresiasi)
Kelebihan stok penawaran uang, yang akan diimbangi oleh penurunan aktiva cadangan dan defisit neraca pembayaran dalam kondisi kurs tetap, akan menghasilkan depresiasi kurs.
Notasinya:
Md < mm.Dc→→R (depresiasi)
Akhirnya keseimbangan moneter internal terpulihkan melalui perubahan kurs dimana melalui perubahan harga dalam negeri, mengubah nilai stok uang nominal. Kelebihan stok permintaan uang mengakibatkan apresiasi kurs yang menurunkan harga dalam negeri. Penurunan harga menaikkan nilai riil kurs nominal dan dengan demikian memulihkan kesamaan antara stok permintaan dan penawaran uang. Dengan cara serupa, kelebihan penawaran uang menghasilkan depresiasi kurs yang menaikkan harga dalam negeri. Kenaikkan harga mengurangi nilai riil kas nominal dan memulihkan kesamaan antara stok permintaan dan penawaran uang.
Implikasi Kebijakan
Kurs mengambang mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran yang kontinyu melalui fluktuasi kurs dan menciptakan keseimbangan moneter internal melalui perubahan harga dalam negeri. Implikasi kebijaksanaan dari proses penyesuaian ini adalah:
Pertama, tidak ada tindakan kebijakan yang diperlukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Keseimbangan neraca pembayaran akan menuju keseimbangan secara spontan. Kedua, ketidakseimbangan neraca pembayaran potensial akan dihindarkan dengan mempertahankan keseimbangan moneter internal. Akhirnya, karena keseimbangan neraca pembayaran dapat dicapai dengan keseimbangan moneter internal, kurs tetap lebih disukai daripada kurs mengambang. Hal ini terjadi karena keseimbangan neraca pembayaran menghindari kerugian potensial konvensional yang berhubungan dengan kurs tetap, seperti ketidakstabilan paritas penyesuaian yang berlainan, disamping itu kurs tetap memiliki keunggulan mata uang optimal (optimal currency area) seperti produksi ekonomis pasar barang gabungan.

F.     Kebijakan Moneter sterilisasi
Transaksi keuangan yang terjadi di pasar valuta asing dalam bentuk intervensi otoritas moneter maupun kondisi yang terjadi terhadap neraca pembayaran menyebabkan adanya perubahan atas aset bank sentral dan menghasilkan perubahan yang sebanding dengan penawaran uang domestik. Sedangkan kebijakan intervensi tanpa sterilisasi (unsterilized intervention) dalam pasar valuta asing adalah kebijakan intervensi yang tidak disertai dengan tindakan sterilisasi dimana asset domestik dijual (dibeli) untuk membeli (menjual) aset luar negeri akan meningkatkan (menurunkan) cadangan internasional, peningkatan (penurunan) jumlah uang, dan terjadinya depresiasi (apresiasi) dalam mata uang domestik.
Keberadaan kebijakan sterilisasi memiliki tujuan untuk meredam dampak-dampak tertentu yang ditimbulkan oleh operasi-operasi pada pasar valuta asing dan meredam dampak ketidakseimbangan pada neraca pembayaran dengan cara melakukan transaksi aset-aset luar negeri dan domestik. Dengan penerapan kebijakan tersebut, diharapkan pengaruh kondisi eksternal tidak mempengaruhi keseimbangan internal suatu negara.

G.    Aliran Pembayaran
Sejauh ini neraca pembayaran secara implisit masih diberlakukan sebagai faktor eksogen yang mempengaruhi uang primer. Dalam sistem nilai tukar mengambang tidak penuh, neraca pembayaran juga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran uang domestik maupun asing baik dari sektor privat maupun sektor publik. Sehingga terdapat hubungan diantara uang primer, yang dipengaruhi oleh kebijakan otoritas moneter dengan neraca pembayaran. Pendekatan moneter dalam neraca pembayaran dan nilai tukar digunakan untuk menjelaskan aliran pembayaran yang menyeimbangi atas adanya perubahan dalam komponen domestik dari uang primer.
Dimana dalam pendekatan ini neraca pembayaran dianggap sebagai fenomena moneter. Pendekatan ini digunakan sebagai alat analisis langsung antara pasar uang dengan neraca pembayaran. Pendekatan moneter mendefinisikan neraca pembayaran sebagai perubahan cadangan internasional (internasional reseve). Neraca pembayaran merupakan “automatic adjustment process” yang bekerja pada setiap terjadi ketidakseimbangan di pasar uang yakni, perbedaan antara likuiditas uang yang dipegang oleh masyarakat (permintaan uang (Md)) dengan likuiditas yang disediakan pada sistem moneter (penawaran uang (Ms).

H.    Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen
1.      Hubungan antara Pendapatan Nasional (PDB) dan Neraca Pembayaran
            Kenaikan Pendapatan Nasional (PDB) di suatu negara akan meningkatkan permintaan uang (Md). Seandainya otoritas moneter di negara itu mempertahankan komponen domestik dari basis moneter negara tersebut pada tingkat semula, maka komponen luar negeri atau internasional dari basis moneter luar negeri negara itu (cadangan devisa) pada akhirnya akan mengalami kenaikan atau dengan kata lain neraca pembayaran negara tersebut mengalami surplus. Surplus neraca pembayaran di negara itu akan menciptakan kelebihan stok penawaran uang, jika hal ini tidak diimbangi atau dikoreksi oleh otoritas moneter negara yang bersangkutan, maka akan tercipta defisit neraca pembayaran di negara tersebut.
2.      Hubungan antara Tingkat Harga dan Neraca Pembayaran
            Dalam teori kuantitas uang, perubahan jumlah uang yang beredar akan mengakibatkan berubahnya tingkat harga yang searah dan proporsional dengan perubahan jumlah uang yang beredar. Jika jumlah uang yang beredar bertambah dengan 10% misalnya, maka tingkat harga akan bertambah dengan 10% juga. Sedangkan surplusnya neraca pembayaran akan mengakibatkan bertambahnya jumlah uang yang beredar dan sebaliknya defisit neraca pembayaran akan mengakibatkan berkurangnya jumlah uang yang beredar.
            Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa surplusnya neraca pembayaran akan mengakibatkan bertambahnya jumlah uang yang beredar dan meningkatnya jumlah uang beredar ini akan mengakibatkan timbulnya kenaikan harga di negara yang neraca pembayarannya surplus tersebut. Meningkatnya tingkat harga dalam negeri yang biasa juga disebut inflasi, mengakibatkan produsen dalam negeri kemampuannya bersaing melawan produsen negara lain menurun. Ini dengan sendirinya mempunyai tendensi mengakibatkan meningkatnya impor maupun menurunnya ekspor, kedua-duanya merupakan unsur penyebab berkurangnya surplus neraca pembayaran. Sebaliknya, defisit neraca pembayaran akan menyebabkan berkurangnya jumlah uang yang beredar dan menimbulkan menurunnya tingkat harga (deflasi). Deflasi yang terjadi di negara yang mengalami defisit neraca pembayaran ini bertendensi mengakibatkan bertambah kuatnya kemampuan produsen dalam negeri dalam bersaing melawan produsen negara lain. Ini dengan sendirinya bertendensi mengakibatkan meningkatnya ekspor dan menurunnya impor.
            Jadi, gejala inflasi yang ditimbulkan oleh surplusnya neraca pembayaran bertendensi menghilangkan surplus. Sedangkan, deflasi yang terjadi di negara yang mengalami defisit neraca pembayarannya bertendensi menghilangkan defisitnya.
3.      Hubungan antara Tingkat Bunga dan Neraca Pembayaran
            Perubahan tingkat bunga menghasilkan perubahan neraca pembayaran melalui kelebihan Md dalam kondisi pendekatan moneter. Penurunan tingkat bunga misalnya, menghasilkan surplus neraca pembayaran melalui kelebihan Md dalam kondisi pendekatan moneter. Notasinya:
  (surplus)
            Jika tingkat bunga turun, maka permintaan uang akan mengalami kenaikan karena tingkat bunga berbanding terbalik dengan permintaan uang. Kelebihan stok permintaan uang yang ditampung atau diimbangi oleh kenaikan aktiva internal dan komponen eksternal dari penawaran uang akan menghasilkan surplus neraca pembayaran. Demikian pula sebaliknya, tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam suatu perekonomian akan mengalirkan pinjaman dari luar negeri dan memberikan surplus neraca pembayaran (pemasukan uang) kepada negara tersebut, tetapi hanya dalam jangka pendek (misalnya, selama 1 tahun atau kurang). Dalam jangka panjang efek ini akan berhenti dan akan berbalik karena dua alasan. Pertama, suku bunga meningkat yang lebih tinggi pada tahap awal akan menarik banyak arus masuk pinjaman luar negeri, karena para pemodal akan menyesuaikan pangsa kekayaan mereka dalam bentuk pinjaman dari negara yang bersangkutan. Meskipun demikian, arus masuk itu segera akan menjadi seret dan berbalik setelah adanya penyesuaian. Kedua, jika suku bunga yang lebih tinggi dari suatu negara berhasil menarik dana dari luar negeri dan dalam jangka pendek meningkatkan neraca pembayaran, maka pasti ada efek sebaliknya di kemudian hari. Semua pinjaman harus dibayar kembali, jika suku bunga yang lebih tinggi sekarang mengalirkan pinjaman bagi kita, maka pada masa yang akan datang kita harus membayarkannya kembali dengan bunga. Kita tidak dapat menggunakan suku bunga yang lebih tinggi sebagai alat untuk menarik modal (pinjaman) ke negara kita tanpa mempertimbangkan kenyataan bahwa suku bunga yang lebih tinggi tersebut harus dibayarkan bersama-sama dengan hutang pokoknya. Penarikan tambahan modal dari luar negeri merupakan beban bagi neraca pembayaran bahkan beban tersebut dapat lebih besar daripada yang digunakan oleh suku bunga tadi.
4.      Hubungan Kredit Domestik dan Cadangan Devisa
            Komponen domestik dari basis moneter suatu negara merupakan kredit domestik yang diciptakan oleh otoritas moneter negara yang bersangkutan, atau segenap aset domestik yang mendukung (memperbesar) penawaran uang di negara tersebut. Sedangkan komponen luar negeri atau internasional dari basis moneter luar negeri suatu negara merupakan cadangan internasional yang dimiliki oleh negara tersebut. Cadangan internasional tersebut dapat diperbanyak atau dikurangi melalui surplus atau defisit neraca pembayaran. Tatkala otoritas moneter di suatu negara mengubah komponen domestik dari basis moneter (kredit domestik) negara tersebut, maka otomatis akan terjadi perubahan dalam cadangan devisa/ cadangan internasional dalam negeri tersebut dalam jumlah yang sama namun dalam arah yang berlawanan, apabila pendapatan riil dan tingkat suku bunga konstan.
            Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan pendapatan riil, sementara tingkat harga dan suku bunga konstan, maka kenaikan pendapatan tersebut harus diimbangi oleh kenaikan kredit domestik atau cadangan devisa atau kombinasi keduanya. Seandainya pihak otoritas moneter di negara yang bersangkutan tidak meningkatkan kredit domestik, maka akan terjadi kelebihan permintaan uang yang selanjutnya harus dipenuhi oleh arus masuk uang atau cadangan internasional yang merupakan surplus bagi neraca pembayaran, jika negara tersebut beroperasi dalam kurs baku.

I.       Penelitian sebelumnya
Pada tahun 1998, Nopirin melakukan analisis terhadap pertumbuhan ekonomi neraca pembayaran  dengan menggunakan data tahun 1980-1996 melalui pendekatan Keynes dan Monetarist. Dengan menggunakan model simultan dapat dikemukakan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap neraca pembayaran tergantung sudut pandang seseorang. Apabila yang dimaksud itu neraca perdagangan, maka pertumbuhan ekonomi sering mengakibatkan defisit neraca perdagangan. Sebaliknya apabila yang dimaksud itu neraca pembayaran secara keseluruhan (termasuk aliran modal dari luar negeri) dampaknya kemungkinan positif (surplus). Hasil penelitian ini sejalan baik dengan hipotesis Keynes maupun Monetarist., dimana terdapat hubungan negatif antara pendapatan dan neraca pembayaran seperti yang diduga oleh Keynes dan hubungan yang positif antara pendapatan dengan cadangan devisa seperti yang dikemukakan oleh Monetarist.
Penelitian yang dilakukan Warr tahun 1994 (dalam Siti Hodijah 2002), meneliti tentang pengaruh kejutan eksternal kebijakan nilai tukar dan harga-harga relatif domestik dalam penyesuaian neraca pembayaran Indonesia. Dengan menggunakan model Australia dan membedakan barang yang diperdagangkan (tradeable goods) dan barang yang tidak diperdagangkan (non-tradeable goods) menyimpulkan bahwa penyerapan pengaruh-pengaruh dari kejutan eksternal yang positif (seperti kenaikan harga minyak) memerlukan rasio barang yang tidak diperdagangkan. Tingkat inflasi naik konsisten dengan penyerapan penghasilan dari kenaikan harga yang temporer.
Siti Hodijah (2002), menganalisis neraca pembayaran Indonesia dengan menggunakan data kurun waktu periode tahun 1983-1999 memperlihatkan bahwa depresiasi kurs rupiah menyebabkan defisit neraca pembayaran Indonesia. Pendapatan penduduk luar negeri tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap neraca pembayaran Indonesia. Hal ini berarti bahwa pendapatan penduduk luar negeri tidak mempunyai peranan penting dalam memperbaiki neraca pembayaran Indonesia. Sedangkan arus modal mempunyai pengaruh signifikan terhadap neraca pembayaran Indonesia. Hal ini memberikan indikasi bahwa masuknya arus modal selain akan mempengaruhi neraca pembayaran juga akan dapat menyebabkan meningkatnya ekspor yang selanjutnya akan meningkatkan neraca pembayaran Indonesia.
R Ramdan Achmad Dajuhari (2003), merumuskan bahwa semakin terbukanya perekonomian domestik terhadap luar menyebabkan gangguan yang timbul dari luar akan mempengaruhi perekonomian di dalam negeri. Kebijakan stabilisasi baik melalui kebijakan moneter sterilisasi maupun melalui intervensi di pasar valuta asing selain tergantung pada kondisi perekonomian juga tergantung pada sistem nilai tukar yang dianut. Dengan menggunakan model persamaan simultan kebijakan moneter dan neraca pembayaran Indonesia periode tahun 1994:1-2000:4 memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kebijakan intervensi dengan pergerakan nilai tukar. Namun dalam melakukan intervensi terhadap pasar valuta asing, tidak berarti pihak otoritas moneter harus melakukan kebijakan yang membahayakan posisi cadangan devisa yang dimilikinya. Bank sentral sebagai otoritas moneter secara aktif melakukan kebijakan sterilisasi di pasar valuta asing guna memperkecil dampak ekspansi atas uang primer sebagai akibat dari adanya perubahan komponen aktiva luar negerinya. Kemudian bank sentral juga menyesuaikan kebijakan moneternya terhadap pengendalian tingkat harga yang dalam model ini diasumsikan bahwa untuk menjaga paritas daya beli, bank sentral menjaga agar tingkat harga domestik tidak terlalu jauh dari tingkat harga dunia. Dan dilakukannya kebijakan moneter untuk mengakomodasi pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pola pergerakan neraca pembayaran di Indonesia sudah sesuai dengan hipotesis pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran. Dimana terdapat kecenderungan terjadinya akumulasi atas cadangan internasional ketika permintaan uang meningkat lebih cepat daripada penawaran uang, dan kemudian kenaikan komponen kredit domestik cenderung memperburuk neraca pembayaran. Hal ini memperlihatkan terjadinya tradeoff yang terjadi sebagai konsekuensi untuk mempertahankan keseimbangan internal.

J.      Kerangka Pemikiran
Pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran adalah suatu pendekatan yang memandang neraca pembayaran sebagai fenomena moneter (monetery phenonenom). Artinya, uang dinyatakan selalu memainkan peranan penting dalam jangka panjang, baik itu sebagai sumber kekuatan penyesuaian maupun sumber gangguan terhadap neraca pembayaran di suatu negara. Peranan neraca pembayaran dalam keseimbangan perekonomian terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi jumlah uang beredar di suatu negara. Perubahan pada cadangan internasional akan mempengaruhi komponen uang primer yang selanjutnya melalui proses transmisi akan mempengarui jumlah uang beredar dan akan mempengaruhi keseimbangan internal suatu negara.
Untuk memperlihatkan usaha mempertahankan target  uang primer yang dilakukan oleh otoritas moneter sebagai akibat adanya ketidakseimbangan pada tingkat eksternal maka perubahan terhadap cadangan devisa akan menyebabkan perubahan pada komposisi kredit domestik. Dari sini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara cadangan devisa dengan kredit domestik. Dengan kenaikan kredit domestik maka uang beredar akan meningkat. Kelebihan uang beredar ini akan menurunkan tingkat bunga sehingga terjadi aliran devisa ke luar negeri yang mengakibatkan cadangan devisa menurun. Kelebihan jumlah uang beredar juga dapat menyebabkan masyarakat membelanjakan kelebihan tersebut untuk membeli barang dalam maupun luar negeri (impor). Kenaikan impor akan menurunkan jumlah cadangan devisa.
Pengaruh pendapatan nasional terhadap neraca pembayaran menurut pandangan monetaris memiliki hubungan yang positif. Perubahan dalam pendapatan nasional akan mempengaruhi keseimbangan di pasar uang domestik melalui perubahan terhadap permintaan uang domestik. Adanya peningkatan pendapatan nasional akan meningkatkan permintaan uang. Apabila hal ini tidak diimbangi oleh ekspansi kredit oleh pemerintah, maka kenaikan yang terjadi akan mendatangkan surplus bagi neraca pembayaran.
Faktor harga dalam pendekatan moneter secara tidak langsung mempengaruhi neraca pembayaran melalui perubahan terhadap permintaan uang di pasar domestik. Dengan terjadinya peningkatan harga, masyarakat akan berusaha untuk mengembalikan keseimbangan uang riilnya. Hal ini akan meningkatkan permintaan akan uang domestik dan mendatangkan surplus terhadap neraca pembayaran.
Suku bunga memiliki pengaruh yang negatif terhadap neraca pembayaran. Peningkatan dalam tingkat suku bunga akan mempengaruhi permintaan uang domestik dikarenakan motif berspekulasi yang selanjutnya akan menurunkan permintaan terhadap uang domestik. Hal ini akan memperburuk neraca pembayaran, dan menurunkan cadangan internasional suatu negara.
Dalam penulisan ini juga akan dibahas hubungan timbal balik atau kausalitas antara cadangan devisa dengan kredit domestik, dimana respon moneter terhadap perubahan dalam cadangan devisa bagaimanapun juga memiliki kaitan dengan target eksternal dan usaha mempertahankan kontrol terhadap jumlah uang beredar. Kenaikan dalam cadangan devisa akan mendorong adanya ekspansi kredit domestik untuk mengembalikan keseimbangan neraca pembayaran. Sehingga dalam usaha untuk melakukan kontrol terhadap jumlah uang beredar, kenaikan dalam cadangan devisa membutuhkan penurunan dalam kredit domestik. Hal ini memperlihatkan usaha otoritas moneter untuk melakukan sterilisasi terhadap aliran cadangan internasional.
Selain itu juga akan dibahas kausalitas antara cadangan devisa dengan tingkat harga. Surplus neraca pembayaran akan mengakibatkan bertambahnya jumlah uang beredar dan meningkatnya jumlah uang beredar ini akan mengakibatkan timbulnya kenaikan harga di negara yang neraca pembayarannya surplus tersebut. Meningkatnya tingkat harga dalam negeri yang biasa juga disebut inflasi dalam negeri mengakibatkan produsen dalam negeri kemampuannya bersaing melawan produsen negara lain menurun. Akibatnya ekspor turun dan impor meningkat sehingga menurunkan jumlah cadangan devisa.
Di dalam penelitian ini dilakukan uji kausalitas granger untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas melalui hasil analisis antara hubungan keseimbangan internal yang diwakili oleh kredit domestik dan tingkat harga dengan keseimbangan eksternal yang diwakili oleh cadangan devisa, di mana perubahan dalam kredit domestik dan tingkat harga juga disebabkan oleh perubahan cadangan devisa. Sedangkan analisis Error Corection Model (ECM), dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh dari variabel-variabel makro yang diwakili oleh kredit domestik, tingkat harga, tingkat suku bunga SBI, pendapatan domestik (PDB) dan kondisi perekonomian Indonesia terhadap cadangan devisa baik dilihat dari jangka panjang maupun jangka pendek , di mana menurut teori yang telah dikemukakan bahwa penentu utama ketidakseimbangan eksternal adalah keseimbangan internal. 
Untuk menyederhanakan hubungan antar variabel dependen dan independen maka pembatasan masalah dalam penelitian ini mencakup hubungan keseimbangan internal dan eksternal melalui pendekatan moneter neraca pembayaran Indonesia yang diwakili oleh variabel cadangan devisa sebagai variabel dependen, kredit domestik, tingkat harga, suku bunga SBI, PDB, dan kondisi perekonomian (DUMMY) sebagai variabel independen. Untuk mempermudah pemahaman pemikiran konseptual didalam penulisan ini, digambarkan suatu kerangka yang sistematis, sebagai berikut:
           
Variabel Independen                                      Variabel dependen


§  Kredit Domestik

§  Tingkat Harga
 
 

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran studi

K.    Hipotesis
Berdasarkan atas latar belakang masalah, perumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat diambil suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan yang bersifat sementara dan masih harus diuji kebenarannya. Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Kredit domestik (DC) diduga terdapat hubungan kausalitas dengan cadangan devisa Indonesia (IR)
2.      Tingkat harga (P) diduga terdapat hubungan kausalitas dengan cadangan devisa Indonesia (IR)
3.      a.  Kredit domestik (DC) diduga berpengaruh negatif terhadap cadangan      devisa Indonesia.
b. Tingkat harga domestik (P) diduga berpengaruh positif terhadap cadangan devisa Indonesia (IR).
c.   Suku bunga SBI diduga berpengaruh negatif terhadap cadangan devisa Indonesia (IR).
d. Pendapatan nasional (PDB) diduga berpengaruh positif terhadap cadangan devisa Indonesia (IR).
e.  Kondisi perekonomian (Dummy) sebelum dan sesudah krisis diduga berpengaruh terhadap cadangan devisa (IR).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar